Sabtu, 24 Desember 2011

tafsir

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sunnatullah yang sudah menjadi ketentuan yang maha kuasa adalah perdamaian yang terdapat pada setiap diri manusia. Setiap orang lahir dan hidup di dunia memiliki kondisi tersendiri yang berbeda dengan orang lain. Perbedan ini mencakup semua aspek mulai dari budaya, sosial, kultur, dan lain sebagainya. Di dalam kehidupan manusia kita tidak bisa menghindari dari resiko yang namanya kesilapan dalam melakukan sesuatu pekerjaan maupun berbicara antara sesama manusia, baik dengan orang yang kita cintai maupun dengan orang lain. Maka di setiap terjadinya kesalahpahaman antara sesama maka timbullah permasalahan dan persengketaan antara sesama, maka di dalam Al-Qur’an menegaskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai sehingga tidak ada rasa sakit hati dan merasa puas terhadap keputusan yang telah disepakati bersama. Didalam penyelesaian masalah ataupun persengketaan Allah dan Rasul menegaskan untuk menghadirkan orang-orang (Hakim) untuk menengahi dan menyelesaikan masalah yang terjadi baik dalam keluarga maupun masyarakat luas. Makalah ini kami membahaskan tentang penyelesaian perdamaian terjadi di dalam keluarga. B. Ayat-Ayat Tentang Perdamaian 1.An-Nisa Ayat 35                   •      Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengkataan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.(Q.S 4 An-Nisa : 35) Pada ayat yang lalu telah diterangkan bagaimana tindakan yang mesti dilakukan kalau terjadi nusyuz di pihak istri. Seandainya tindakan tersebut tidak memberikan manfaat dan dikhawatirkan ada perpecahan (syiqaq) diantara kedua suami istri itu yang sampai melanggar batas-batas yang ditetapkan Allah, hal itu dapat diperbaiki dengan jalan arbitrase (tuhkim). Suami boleh mengutus seorang hakam dan istri boleh pula mengutus masing-masing seorang hakam dari keluarganya yang mengetahui dengan baik perihal suami istri itu. Jika tidak ada dari kaum keluarga masing-masing, bolah diambil dari orang lain. Jadi, kedua hakam yang telah ditunjuk itu bisa bekerja untuk memperbaiki keadaan suami istri supaya yang keruh bisa menjadi jernih dan yang retak tidak sampai pecah. Jika kedua hakam itu berpendapat bahwa keduanya lebih baik bercerai oleh karena tidak ada kemungkinan lagi melanjutkan hidup rukun damai di rumah tangga, maka kedua hakam itu boleh menceraikan mereka sebagai suami istri dengan tidak perlu lagi menunggu keputusan hakim dalam negeri, karena kedudukan kedua orang hakam itu sebagai kedudukan hakim yang berhak memutuskan, karena telah di serahkan peyelesaiannya kepada mereka. Demikian keterangan Malik, Auza’i ,dan ishaq. demikian pula diriwatkan Usman, Ali, IbnuAbbas, Sya’bi, Nakha’i dan syafi’i. Demikian pula yang diceritakan Ibnu Kasir dari Jumhur karena Allah berkata,”Maka hendaklah kamu utus seorang hakam dari (pihak) kaum keluarga (laki-laki) dan seorang hakam (pula) dari pihak keluarga (perempuan)”. Jelaslah, bahwa Allah menyebutkan “mereka berdua” itu adalah hakim yang dapat memutuskan, bukan hanya dua orang wakil atau dua orang saksi. “Jikalau mereka berdua itu menghendaki perbaikan, Allah akan menyesuaikan mereka”, ada yang menafsirkan, jika di antara kedua suami istri itu bermaksud baik (ishlah), Allah akan memberi taufik kepada kedua orang hakam itu. Ada pula yang menafsirkan, jika diantara kedua hakam itu bermaksud baik (ishlah), Allah akan memberi taufik kepada orang suami istri. “Sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah . . . “ yaitu mengetahui apa maslahatan bagi manusia dan kemanusiaan dan yang mengatur urusannya dengan bijaksana. “Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Kebersamaan sepasang insan yang dijalin dengan pernikahan tak selamanya seia sekata. Di antara mereka terkadang ada ketidakcocokan yang dapat memicu pertikaian. Ada yang tidak bisa mencintai pasangannya sehingga kebersamaan terasa hambar dan ingin diakhiri. Bisa jadi cinta itu tidak pernah tumbuh sejak awal pernikahan ataupun pernah ada cinta kemudian pupus di belakang hari, karena satu atau beberapa sebab. Ketiadaan cinta ini jelas memicu masalah. Apalagi bila suami yang tidak memiliki cinta terhadap sang istri, sementara si istri tetap ingin hidup bersamanya. Syariat yang mulia memberi solusi atas permasalahan seperti ini. Allah berfirman: “Dan jika seorang istri khawatir akan nusyuz1 atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak berdosa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. Dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kalian bergaul dengan istri kalian secara baik dan memelihara diri kalian dari nusyuz dan sikap tak acuh maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (An-Nisa’: 128) Al-Hafizh Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya, “Apabila istri mengkhawatirkan suaminya akan menjauhinya atau berpaling darinya, ia boleh menggugurkan haknya atau sebagian haknya (sehingga ia merelakan suaminya untuk tidak memenuhi hak yang digugurkan tersebut). Baik hak itu berupa nafkah, pakaian, mabit (bermalam di sisinya), atau hak-hak lainnya yang semula wajib ditunaikan sang suami. Si suami boleh menerima pengguguran hak tersebut. Si istri tidak berdosa merelakan haknya kepada suaminya. Suaminya pun tidak berdosa bila menerimanya. Karena itulah Allah l berfirman: “Maka tidak berdosa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya.” (An-Nisa’: 128) Kemudian Allah menyatakan: “Dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka...” (An-Nisa’: 128) “Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.” (An-Nisa’: 128) Maksudnya berdamai tatkala ada pertikaian itu lebih baik daripada harus berpisah. Karena itulah, ketika Saudah bintu Zam’ah mencapai usia tua, Rasulullah berketetapan hati untuk menceraikannya, maka Saudah pun meminta perdamaian kepada Rasulullah agar beliau tetap menahannya sebagai istri, tidak menceraikannya, dan ia menyerahkan hari gilirannya kepada Aisyah . Rasulullah menerima permintaan Saudah tersebut dan tetap menahannya sebagai istri beliau dengan perjanjian demikian.” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 2/314) Aisyah berkata, “Seorang lelaki memiliki seorang istri, tetapi ia tidak mencintai istrinya dan ingin menceraikannya. Maka istrinya berkata, ‘Biarkanlah aku tetap sebagai istrimu, jangan dicerai.’ Maka turunlah ayat ini (yaitu An-Nisa’: 128) dalam perkara tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 4601) Ali bin Abi Thalib ketika ditanyai seseorang tentang ayat di atas, beliau menerangkan, “Ayat di atas berkenaan dengan seorang istri yang masih dalam status pernikahan dengan suaminya namun kedua mata suaminya tidak sedap memandangnya. Mungkin karena keburukan paras/rupanya, kefakirannya, usianya yang sudah tua, atau karena akhlaknya yang buruk. Sementara si istri tidak suka bila harus berpisah dengan suaminya. Bila si istri merelakan sesuatu dari maharnya untuk suaminya, maka halal bagi suami untuk mengambilnya. Juga bila istri menyerahkan hari-harinya untuk tidak dipenuhi oleh suaminya (tidak dikunjungi). maka tidak ada dosa dalam hal ini.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 5/259-260) Pernah ada permasalahan diungkapkan kepada para masyaikh yang duduk di Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa), ketika itu masih diketuai oleh Samahatusy Syaikh Ibnu Baz t, tentang seorang istri yang tidak dapat menunaikan hak-hak suaminya sehingga suaminya hendak menceraikannya. Akan tetapi si istri memilih tetap hidup bersama suaminya dengan kedua anaknya yang masih kecil, dengan kesepakatan ia akan menggugurkan seluruh haknya, sehingga suaminya tidak perlu bermalam di sisinya, tidak perlu berlaku adil kepadanya. Ringkas kata, ia tidak menuntut apa-apa dari suaminya. Suaminya menyetujui hal tersebut sehingga keduanya pun sepakat. Pertanyaannya, apakah sah kesepakatan seperti ini? Apakah si suami tidak berdosa bila tidak memenuhi hak-hak istrinya? Al-Lajnah Ad-Da’imah memberikan fatwa, “Bila seorang istri menggugurkan hak-haknya agar tetap dalam ikatan pernikahan dengan suaminya, kemudian tercapai kesepakatan antara keduanya maka tidak ada larangan dalam hal ini. Karena dahulu Saudah x meminta kepada Rasulullah n agar tetap menjadikannya sebagai istri, tidak menceraikannya, dan sebagai perdamaiannya ia menghadiahkan malamnya untuk Aisyah x. Rasulullah n pun menerima permintaan Saudah tersebut.” (Fatwa no. 20688, dari Fatawa Al-Lajnah, 19/207-208) b.Ayat 128      •                            Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S 4 An-Nisa :128) Ayat ini menerangkan cara bagaimana mesti dilakukan oleh suami istri kalau istri merasa takut dan khawatir terhadap suaminya yang kurang mengindahknnya atau dengan kata lain si istri kurang di pehatikan (ill treatment) dari suaminya. Bisa juga suami tidak mengacuhkan istrinya. Itulah yang di maksud dengan nusyuz dan “iradh” dalam ayat ini. Nahas memberikan perbedaan arti “nusyuz” dan “iradh” .Ia menterjemahkan “nusyuz” menjauhkan dirinya dan “iradh” dengan tidak mau mencampurinya. Menurut akhir ayat ini jika terjadi satu peristwa antara suami istri yaitu istri setelah memerhatikan keadaan suaminya dan dia merasa khawatir dan takut suaminya akan menyia-nyiakannya atau mengalami kekurangan belanja, baiklah kedua pihak mengadakan perdamaian. Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Saudah binti Zam’ah sudah tua da takut di cerai oleh Rasulullah saw, ia berkata:”Hari giliranku akan hadiahkan kepada” Aisyah”. Maka turulah ayat di atas yang membolehkan tindakan seperti yang dilakukan Siti Saudah. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim yang bersumber dari Aisyah). Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri Rafi bi Khadij, yaitu putri Muhammad bin Muslimah kurang disayangi oleh suaminya karena tua atau hal lain, sehingga ia khawatir akan diceritakan. Berkatalah si isteri: janganlah engkau mencemarkan aku dan kalau boleh datang sekenhendak hatimu. Sebagai anjuran kepada kedua belah pihak untuk mengadakan persesuaian dalam berumah tangga. (diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur yang bersumber dari Sa’id bin al-Musayyab). C. Kesimpulan Dengan penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa ketika ada permasalahan di antara suami istri, maka berdamai lebih baik daripada harus berpisah, dengan cara memaafkan, bersabar, dan merelakan sebagian hak tidak dipenuhi. Walaupun sebenarnya jiwa itu tabiatnya kikir, tidak mau menggugurkan apa yang menjadi haknya, bahkan berambisi untuk menuntut haknya. Namun sepantasnya seseorang bersemangat untuk melepaskan diri dari tabiat jiwa yang buruk tersebut dan menggantinya dengan yang sebaliknya, yaitu memberi pemaafan dan kelapangan, merelakan haknya tidak terpenuhi dan merasa cukup dengan sebagian saja, tidak menuntut semuanya. Bilamana seseorang bisa berakhlak baik seperti ini, akan mudah baginya untuk mengadakan perdamaian dengan orang yang bermuamalah dengan dirinya. Beda halnya dengan orang yang memelihara kekikiran dirinya, tidak ada upaya menghilangkannya. Akan sulit baginya berdamai dan membuat kesepakatan dengan orang yang bermasalah dengannya. Karena ia tidak ridha kecuali bila semua haknya dipenuhi dan tidak ingin menggugurkannya untuk orang lain. Demikian penjelasan Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di t dalam tafsirnya. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 207) DAFTAR KEPUSTAKAAN Syekh. H. Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta: Kencana: 2006. Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesalahan dan keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentara hati, 2002. Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis turunnya ayat-ayat al-Qur’an, Bandung, 2000. http://www.asysyariah.com/sakinah/mengayuh-biduk/504-berdamai-itu-lebih-baik-mengayuh-biduk-edisi-52.html TAFSIR AHKAM AYAT-AYAT TENTANG PERDAMAIAN SURAT AN-NISA AYAT 35, 128 Disusun oleh Kelompok VIII Nama : Safwan : Mursyidah : Radna Dewi Dosen Pembimbing Fadhli, M.Ag PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sunnatullah yang sudah menjadi ketentuan yang maha kuasa adalah perdamaian yang terdapat pada setiap diri manusia. Setiap orang lahir dan hidup di dunia memiliki kondisi tersendiri yang berbeda dengan orang lain. Perbedan ini mencakup semua aspek mulai dari budaya, sosial, kultur, dan lain sebagainya. Di dalam kehidupan manusia kita tidak bisa menghindari dari resiko yang namanya kesilapan dalam melakukan sesuatu pekerjaan maupun berbicara antara sesama manusia, baik dengan orang yang kita cintai maupun dengan orang lain. Maka di setiap terjadinya kesalahpahaman antara sesama maka timbullah permasalahan dan persengketaan antara sesama, maka di dalam Al-Qur’an menegaskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai sehingga tidak ada rasa sakit hati dan merasa puas terhadap keputusan yang telah disepakati bersama. Didalam penyelesaian masalah ataupun persengketaan Allah dan Rasul menegaskan untuk menghadirkan orang-orang (Hakim) untuk menengahi dan menyelesaikan masalah yang terjadi baik dalam keluarga maupun masyarakat luas. Makalah ini kami membahaskan tentang penyelesaian perdamaian terjadi di dalam keluarga. B. Ayat-Ayat Tentang Perdamaian 1.An-Nisa Ayat 35                   •      Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengkataan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.(Q.S 4 An-Nisa : 35) Pada ayat yang lalu telah diterangkan bagaimana tindakan yang mesti dilakukan kalau terjadi nusyuz di pihak istri. Seandainya tindakan tersebut tidak memberikan manfaat dan dikhawatirkan ada perpecahan (syiqaq) diantara kedua suami istri itu yang sampai melanggar batas-batas yang ditetapkan Allah, hal itu dapat diperbaiki dengan jalan arbitrase (tuhkim). Suami boleh mengutus seorang hakam dan istri boleh pula mengutus masing-masing seorang hakam dari keluarganya yang mengetahui dengan baik perihal suami istri itu. Jika tidak ada dari kaum keluarga masing-masing, bolah diambil dari orang lain. Jadi, kedua hakam yang telah ditunjuk itu bisa bekerja untuk memperbaiki keadaan suami istri supaya yang keruh bisa menjadi jernih dan yang retak tidak sampai pecah. Jika kedua hakam itu berpendapat bahwa keduanya lebih baik bercerai oleh karena tidak ada kemungkinan lagi melanjutkan hidup rukun damai di rumah tangga, maka kedua hakam itu boleh menceraikan mereka sebagai suami istri dengan tidak perlu lagi menunggu keputusan hakim dalam negeri, karena kedudukan kedua orang hakam itu sebagai kedudukan hakim yang berhak memutuskan, karena telah di serahkan peyelesaiannya kepada mereka. Demikian keterangan Malik, Auza’i ,dan ishaq. demikian pula diriwatkan Usman, Ali, IbnuAbbas, Sya’bi, Nakha’i dan syafi’i. Demikian pula yang diceritakan Ibnu Kasir dari Jumhur karena Allah berkata,”Maka hendaklah kamu utus seorang hakam dari (pihak) kaum keluarga (laki-laki) dan seorang hakam (pula) dari pihak keluarga (perempuan)”. Jelaslah, bahwa Allah menyebutkan “mereka berdua” itu adalah hakim yang dapat memutuskan, bukan hanya dua orang wakil atau dua orang saksi. “Jikalau mereka berdua itu menghendaki perbaikan, Allah akan menyesuaikan mereka”, ada yang menafsirkan, jika di antara kedua suami istri itu bermaksud baik (ishlah), Allah akan memberi taufik kepada kedua orang hakam itu. Ada pula yang menafsirkan, jika diantara kedua hakam itu bermaksud baik (ishlah), Allah akan memberi taufik kepada orang suami istri. “Sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah . . . “ yaitu mengetahui apa maslahatan bagi manusia dan kemanusiaan dan yang mengatur urusannya dengan bijaksana. “Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Kebersamaan sepasang insan yang dijalin dengan pernikahan tak selamanya seia sekata. Di antara mereka terkadang ada ketidakcocokan yang dapat memicu pertikaian. Ada yang tidak bisa mencintai pasangannya sehingga kebersamaan terasa hambar dan ingin diakhiri. Bisa jadi cinta itu tidak pernah tumbuh sejak awal pernikahan ataupun pernah ada cinta kemudian pupus di belakang hari, karena satu atau beberapa sebab. Ketiadaan cinta ini jelas memicu masalah. Apalagi bila suami yang tidak memiliki cinta terhadap sang istri, sementara si istri tetap ingin hidup bersamanya. Syariat yang mulia memberi solusi atas permasalahan seperti ini. Allah berfirman: “Dan jika seorang istri khawatir akan nusyuz1 atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak berdosa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. Dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kalian bergaul dengan istri kalian secara baik dan memelihara diri kalian dari nusyuz dan sikap tak acuh maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (An-Nisa’: 128) Al-Hafizh Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya, “Apabila istri mengkhawatirkan suaminya akan menjauhinya atau berpaling darinya, ia boleh menggugurkan haknya atau sebagian haknya (sehingga ia merelakan suaminya untuk tidak memenuhi hak yang digugurkan tersebut). Baik hak itu berupa nafkah, pakaian, mabit (bermalam di sisinya), atau hak-hak lainnya yang semula wajib ditunaikan sang suami. Si suami boleh menerima pengguguran hak tersebut. Si istri tidak berdosa merelakan haknya kepada suaminya. Suaminya pun tidak berdosa bila menerimanya. Karena itulah Allah l berfirman: “Maka tidak berdosa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya.” (An-Nisa’: 128) Kemudian Allah menyatakan: “Dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka...” (An-Nisa’: 128) “Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.” (An-Nisa’: 128) Maksudnya berdamai tatkala ada pertikaian itu lebih baik daripada harus berpisah. Karena itulah, ketika Saudah bintu Zam’ah mencapai usia tua, Rasulullah berketetapan hati untuk menceraikannya, maka Saudah pun meminta perdamaian kepada Rasulullah agar beliau tetap menahannya sebagai istri, tidak menceraikannya, dan ia menyerahkan hari gilirannya kepada Aisyah . Rasulullah menerima permintaan Saudah tersebut dan tetap menahannya sebagai istri beliau dengan perjanjian demikian.” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 2/314) Aisyah berkata, “Seorang lelaki memiliki seorang istri, tetapi ia tidak mencintai istrinya dan ingin menceraikannya. Maka istrinya berkata, ‘Biarkanlah aku tetap sebagai istrimu, jangan dicerai.’ Maka turunlah ayat ini (yaitu An-Nisa’: 128) dalam perkara tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 4601) Ali bin Abi Thalib ketika ditanyai seseorang tentang ayat di atas, beliau menerangkan, “Ayat di atas berkenaan dengan seorang istri yang masih dalam status pernikahan dengan suaminya namun kedua mata suaminya tidak sedap memandangnya. Mungkin karena keburukan paras/rupanya, kefakirannya, usianya yang sudah tua, atau karena akhlaknya yang buruk. Sementara si istri tidak suka bila harus berpisah dengan suaminya. Bila si istri merelakan sesuatu dari maharnya untuk suaminya, maka halal bagi suami untuk mengambilnya. Juga bila istri menyerahkan hari-harinya untuk tidak dipenuhi oleh suaminya (tidak dikunjungi). maka tidak ada dosa dalam hal ini.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 5/259-260) Pernah ada permasalahan diungkapkan kepada para masyaikh yang duduk di Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa), ketika itu masih diketuai oleh Samahatusy Syaikh Ibnu Baz t, tentang seorang istri yang tidak dapat menunaikan hak-hak suaminya sehingga suaminya hendak menceraikannya. Akan tetapi si istri memilih tetap hidup bersama suaminya dengan kedua anaknya yang masih kecil, dengan kesepakatan ia akan menggugurkan seluruh haknya, sehingga suaminya tidak perlu bermalam di sisinya, tidak perlu berlaku adil kepadanya. Ringkas kata, ia tidak menuntut apa-apa dari suaminya. Suaminya menyetujui hal tersebut sehingga keduanya pun sepakat. Pertanyaannya, apakah sah kesepakatan seperti ini? Apakah si suami tidak berdosa bila tidak memenuhi hak-hak istrinya? Al-Lajnah Ad-Da’imah memberikan fatwa, “Bila seorang istri menggugurkan hak-haknya agar tetap dalam ikatan pernikahan dengan suaminya, kemudian tercapai kesepakatan antara keduanya maka tidak ada larangan dalam hal ini. Karena dahulu Saudah x meminta kepada Rasulullah n agar tetap menjadikannya sebagai istri, tidak menceraikannya, dan sebagai perdamaiannya ia menghadiahkan malamnya untuk Aisyah x. Rasulullah n pun menerima permintaan Saudah tersebut.” (Fatwa no. 20688, dari Fatawa Al-Lajnah, 19/207-208) b.Ayat 128      •                            Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S 4 An-Nisa :128) Ayat ini menerangkan cara bagaimana mesti dilakukan oleh suami istri kalau istri merasa takut dan khawatir terhadap suaminya yang kurang mengindahknnya atau dengan kata lain si istri kurang di pehatikan (ill treatment) dari suaminya. Bisa juga suami tidak mengacuhkan istrinya. Itulah yang di maksud dengan nusyuz dan “iradh” dalam ayat ini. Nahas memberikan perbedaan arti “nusyuz” dan “iradh” .Ia menterjemahkan “nusyuz” menjauhkan dirinya dan “iradh” dengan tidak mau mencampurinya. Menurut akhir ayat ini jika terjadi satu peristwa antara suami istri yaitu istri setelah memerhatikan keadaan suaminya dan dia merasa khawatir dan takut suaminya akan menyia-nyiakannya atau mengalami kekurangan belanja, baiklah kedua pihak mengadakan perdamaian. Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Saudah binti Zam’ah sudah tua da takut di cerai oleh Rasulullah saw, ia berkata:”Hari giliranku akan hadiahkan kepada” Aisyah”. Maka turulah ayat di atas yang membolehkan tindakan seperti yang dilakukan Siti Saudah. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim yang bersumber dari Aisyah). Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri Rafi bi Khadij, yaitu putri Muhammad bin Muslimah kurang disayangi oleh suaminya karena tua atau hal lain, sehingga ia khawatir akan diceritakan. Berkatalah si isteri: janganlah engkau mencemarkan aku dan kalau boleh datang sekenhendak hatimu. Sebagai anjuran kepada kedua belah pihak untuk mengadakan persesuaian dalam berumah tangga. (diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur yang bersumber dari Sa’id bin al-Musayyab). C. Kesimpulan Dengan penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa ketika ada permasalahan di antara suami istri, maka berdamai lebih baik daripada harus berpisah, dengan cara memaafkan, bersabar, dan merelakan sebagian hak tidak dipenuhi. Walaupun sebenarnya jiwa itu tabiatnya kikir, tidak mau menggugurkan apa yang menjadi haknya, bahkan berambisi untuk menuntut haknya. Namun sepantasnya seseorang bersemangat untuk melepaskan diri dari tabiat jiwa yang buruk tersebut dan menggantinya dengan yang sebaliknya, yaitu memberi pemaafan dan kelapangan, merelakan haknya tidak terpenuhi dan merasa cukup dengan sebagian saja, tidak menuntut semuanya. Bilamana seseorang bisa berakhlak baik seperti ini, akan mudah baginya untuk mengadakan perdamaian dengan orang yang bermuamalah dengan dirinya. Beda halnya dengan orang yang memelihara kekikiran dirinya, tidak ada upaya menghilangkannya. Akan sulit baginya berdamai dan membuat kesepakatan dengan orang yang bermasalah dengannya. Karena ia tidak ridha kecuali bila semua haknya dipenuhi dan tidak ingin menggugurkannya untuk orang lain. Demikian penjelasan Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di t dalam tafsirnya. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 207) DAFTAR KEPUSTAKAAN Syekh. H. Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta: Kencana: 2006. Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesalahan dan keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentara hati, 2002. Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis turunnya ayat-ayat al-Qur’an, Bandung, 2000. http://www.asysyariah.com/sakinah/mengayuh-biduk/504-berdamai-itu-lebih-baik-mengayuh-biduk-edisi-52.html TAFSIR AHKAM AYAT-AYAT TENTANG PERDAMAIAN SURA SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH AL-HILAL SIGLI 2011

Kamis, 22 Desember 2011

ilmu nahu

المــلا حـظـة ولي الامر ( ) الثلث الاول : التاريغ ولي الفصـل ( ) ولي الامر ( ) الثلث الثانـى : التاريغ ولي الفصـل ( ) ينتـقل الى الصنف.............. لاينتقل تـحريراتوي : ه م مدير المـعـهـد (تعكوحاج عبدالوهاب) المواد الدرجات التى حصل عليـها الطالب الثلث الاول الثلث الثانـى ١ التو حيد ٢ الفقه ٣ التصوف ٤ النحو ٥ الصرف ٦ المـنطق ٧ اصول الفقه ٨ البيان ٩ المعانى ١٠ البديع ١١ التفسـير ١٢ القرآن والتجويد ١٣ الحديث ١٤ مصطلح الحديث ١٥ التريخ الاسلامـي ١٦ الاملاء وتحسين الخط ١٧ لفة العربية ١٨ السلوك ١٩ النظافة ٢٠ مجموع الدرجات غيابة لمرض لأستذان لاخر ١ اسم الطالب ٢ رقـم الدفتر القيد ٣ موليده وتاريخ ولادته ٤ الجنس ٥ العنوان ٦ ولي الامر ٧ الوظيفة الرسية ٨ العنوان ٩ الفصل والتاريخ الدخول المعهد ١٠ اصل المـعـهد من ١١ اسباب انتقال المعهد ١٢ الانتقا الى مدير المـعـهـد (تعكوحاج عبدالوهاب) المواد الدرجات التى حصل عليـها الطالب الثلث الاول الثلث الثانـى ١ التو حيد ٢ الفقه ٣ التصوف ٤ النحو ٥ الصرف ٦ المـنطق ٧ اصول الفقه ٨ البيان ٩ المعانى ١٠ البديع ١١ التفسـير ١٢ القرآن والتجويد ١٣ الحديث ١٤ مصطلح الحديث ١٥ التريخ الاسلامـي ١٦ الاملاء وتحسين الخط ١٧ لفة العربية ١٨ السلوك ١٩ النظافة ٢٠ مجموع الدرجات غيابة لمرض لأستذان لاخر المــلا حـظـة ولي الامر ( ) الثلث الاول : التاريغ ولي الفصـل ( ) ولي الامر ( ) الثلث الثانـى : التاريغ ولي الفصـل ( ) ينتـقل الى الصنف.............. لاينتقل تـحريراتوي : ه م مدير المـعـهـد (تعكوحاج عبدالوهاب)

silabus

ma Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / I Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 1. Mengenal ketentuan mandi wajib Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 1.1. Menjelas-kan ketentuan mandi wajib setelah haid Mandi wajib setelah haid • Menyimak penjelasan nara sumber tentang mandi wajib • Menyimak apa sebab harus mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang rukun mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang sunnah-sunnah mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang perbedaan mandi wajib dengan mandi biasa • Menyebutkan pengertian mandi wajib • Menyebutkan sebab mandi wajib • Menyebutkan rukun mandi wajib • Menyebutkan sunnah mandi wajib • Membedakan antara mandi wajib dengan mandi biasa Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Standar Kompetensi : 2. Mengenal ketentuan khitan Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 2.1 Menjelas-kan ketentuan khitan Pengertian khitan Hukum khitan • Membaca artikel / bacaan tentang khitan • Mencari arti khitan • Memperhatikan penjelasan guru tentang dasar hukum khitan • Memperhatikan keterangan guru tentang hukum khitan • Menyebutkan pengertian khitan • Menunjukkan dasar hukum khitan • Menyebutkan hukum khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin 2.2 Menjelas-kan hikmah khitan Hikmah dan manfaat khitan • Dipandu guru, mendiskusikan hikmah disyariatkannya khitan • Menyebutkan hikmah khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , .............................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. SILABUS Nama Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / II Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 3. Mengenal ketentuan jual beli dan pinjam meminjam Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.1 Menjelas-kan tata cara jual beli Jual beli • Membaca artikel tentang jual beli • Menyimak uraian tentang syarat syah terjadinya jual beli • Menyimak uraian tentang rukun jual beli • Menyimak hukum jual beli (yang boleh dan yang dilarang) • Dipandu guru, mendemonstrasikan jual beli dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian jual beli • Menyebutkan syarat syah jual beli • Menyebutkan rukun jual beli • Menyebutkan hukum jual beli • Mendemonstrasikan jual beli Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.2. Mengenal tata cara pinjam meminjam Pinjam meminjam • Membaca artikel tentang pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang syarat pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang rukun pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Dipandu guru, mendemonstrasikan pinjam meminjam dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian pinjam meminjam • Menyebutkan syarat pinjam meminjam • Menyebutkan rukun pinjam meminjam • Menyebutkan hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Mendemonstrasikan pinjam meminjam Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , ................................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. ma Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / I Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 1. Mengenal ketentuan mandi wajib Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 1.1. Menjelas-kan ketentuan mandi wajib setelah haid Mandi wajib setelah haid • Menyimak penjelasan nara sumber tentang mandi wajib • Menyimak apa sebab harus mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang rukun mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang sunnah-sunnah mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang perbedaan mandi wajib dengan mandi biasa • Menyebutkan pengertian mandi wajib • Menyebutkan sebab mandi wajib • Menyebutkan rukun mandi wajib • Menyebutkan sunnah mandi wajib • Membedakan antara mandi wajib dengan mandi biasa Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Standar Kompetensi : 2. Mengenal ketentuan khitan Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 2.1 Menjelas-kan ketentuan khitan Pengertian khitan Hukum khitan • Membaca artikel / bacaan tentang khitan • Mencari arti khitan • Memperhatikan penjelasan guru tentang dasar hukum khitan • Memperhatikan keterangan guru tentang hukum khitan • Menyebutkan pengertian khitan • Menunjukkan dasar hukum khitan • Menyebutkan hukum khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin 2.2 Menjelas-kan hikmah khitan Hikmah dan manfaat khitan • Dipandu guru, mendiskusikan hikmah disyariatkannya khitan • Menyebutkan hikmah khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , .............................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. SILABUS Nama Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / II Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 3. Mengenal ketentuan jual beli dan pinjam meminjam Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.1 Menjelas-kan tata cara jual beli Jual beli • Membaca artikel tentang jual beli • Menyimak uraian tentang syarat syah terjadinya jual beli • Menyimak uraian tentang rukun jual beli • Menyimak hukum jual beli (yang boleh dan yang dilarang) • Dipandu guru, mendemonstrasikan jual beli dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian jual beli • Menyebutkan syarat syah jual beli • Menyebutkan rukun jual beli • Menyebutkan hukum jual beli • Mendemonstrasikan jual beli Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.2. Mengenal tata cara pinjam meminjam Pinjam meminjam • Membaca artikel tentang pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang syarat pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang rukun pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Dipandu guru, mendemonstrasikan pinjam meminjam dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian pinjam meminjam • Menyebutkan syarat pinjam meminjam • Menyebutkan rukun pinjam meminjam • Menyebutkan hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Mendemonstrasikan pinjam meminjam Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , ................................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. ma Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / I Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 1. Mengenal ketentuan mandi wajib Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 1.1. Menjelas-kan ketentuan mandi wajib setelah haid Mandi wajib setelah haid • Menyimak penjelasan nara sumber tentang mandi wajib • Menyimak apa sebab harus mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang rukun mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang sunnah-sunnah mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang perbedaan mandi wajib dengan mandi biasa • Menyebutkan pengertian mandi wajib • Menyebutkan sebab mandi wajib • Menyebutkan rukun mandi wajib • Menyebutkan sunnah mandi wajib • Membedakan antara mandi wajib dengan mandi biasa Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Standar Kompetensi : 2. Mengenal ketentuan khitan Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 2.1 Menjelas-kan ketentuan khitan Pengertian khitan Hukum khitan • Membaca artikel / bacaan tentang khitan • Mencari arti khitan • Memperhatikan penjelasan guru tentang dasar hukum khitan • Memperhatikan keterangan guru tentang hukum khitan • Menyebutkan pengertian khitan • Menunjukkan dasar hukum khitan • Menyebutkan hukum khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin 2.2 Menjelas-kan hikmah khitan Hikmah dan manfaat khitan • Dipandu guru, mendiskusikan hikmah disyariatkannya khitan • Menyebutkan hikmah khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , .............................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. SILABUS Nama Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / II Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 3. Mengenal ketentuan jual beli dan pinjam meminjam Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.1 Menjelas-kan tata cara jual beli Jual beli • Membaca artikel tentang jual beli • Menyimak uraian tentang syarat syah terjadinya jual beli • Menyimak uraian tentang rukun jual beli • Menyimak hukum jual beli (yang boleh dan yang dilarang) • Dipandu guru, mendemonstrasikan jual beli dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian jual beli • Menyebutkan syarat syah jual beli • Menyebutkan rukun jual beli • Menyebutkan hukum jual beli • Mendemonstrasikan jual beli Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.2. Mengenal tata cara pinjam meminjam Pinjam meminjam • Membaca artikel tentang pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang syarat pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang rukun pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Dipandu guru, mendemonstrasikan pinjam meminjam dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian pinjam meminjam • Menyebutkan syarat pinjam meminjam • Menyebutkan rukun pinjam meminjam • Menyebutkan hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Mendemonstrasikan pinjam meminjam Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , ................................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. ma Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / I Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 1. Mengenal ketentuan mandi wajib Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 1.1. Menjelas-kan ketentuan mandi wajib setelah haid Mandi wajib setelah haid • Menyimak penjelasan nara sumber tentang mandi wajib • Menyimak apa sebab harus mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang rukun mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang sunnah-sunnah mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang perbedaan mandi wajib dengan mandi biasa • Menyebutkan pengertian mandi wajib • Menyebutkan sebab mandi wajib • Menyebutkan rukun mandi wajib • Menyebutkan sunnah mandi wajib • Membedakan antara mandi wajib dengan mandi biasa Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Standar Kompetensi : 2. Mengenal ketentuan khitan Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 2.1 Menjelas-kan ketentuan khitan Pengertian khitan Hukum khitan • Membaca artikel / bacaan tentang khitan • Mencari arti khitan • Memperhatikan penjelasan guru tentang dasar hukum khitan • Memperhatikan keterangan guru tentang hukum khitan • Menyebutkan pengertian khitan • Menunjukkan dasar hukum khitan • Menyebutkan hukum khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin 2.2 Menjelas-kan hikmah khitan Hikmah dan manfaat khitan • Dipandu guru, mendiskusikan hikmah disyariatkannya khitan • Menyebutkan hikmah khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , .............................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. SILABUS Nama Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / II Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 3. Mengenal ketentuan jual beli dan pinjam meminjam Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.1 Menjelas-kan tata cara jual beli Jual beli • Membaca artikel tentang jual beli • Menyimak uraian tentang syarat syah terjadinya jual beli • Menyimak uraian tentang rukun jual beli • Menyimak hukum jual beli (yang boleh dan yang dilarang) • Dipandu guru, mendemonstrasikan jual beli dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian jual beli • Menyebutkan syarat syah jual beli • Menyebutkan rukun jual beli • Menyebutkan hukum jual beli • Mendemonstrasikan jual beli Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.2. Mengenal tata cara pinjam meminjam Pinjam meminjam • Membaca artikel tentang pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang syarat pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang rukun pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Dipandu guru, mendemonstrasikan pinjam meminjam dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian pinjam meminjam • Menyebutkan syarat pinjam meminjam • Menyebutkan rukun pinjam meminjam • Menyebutkan hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Mendemonstrasikan pinjam meminjam Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , ................................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. ma Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / I Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 1. Mengenal ketentuan mandi wajib Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 1.1. Menjelas-kan ketentuan mandi wajib setelah haid Mandi wajib setelah haid • Menyimak penjelasan nara sumber tentang mandi wajib • Menyimak apa sebab harus mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang rukun mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang sunnah-sunnah mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang perbedaan mandi wajib dengan mandi biasa • Menyebutkan pengertian mandi wajib • Menyebutkan sebab mandi wajib • Menyebutkan rukun mandi wajib • Menyebutkan sunnah mandi wajib • Membedakan antara mandi wajib dengan mandi biasa Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Standar Kompetensi : 2. Mengenal ketentuan khitan Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 2.1 Menjelas-kan ketentuan khitan Pengertian khitan Hukum khitan • Membaca artikel / bacaan tentang khitan • Mencari arti khitan • Memperhatikan penjelasan guru tentang dasar hukum khitan • Memperhatikan keterangan guru tentang hukum khitan • Menyebutkan pengertian khitan • Menunjukkan dasar hukum khitan • Menyebutkan hukum khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin 2.2 Menjelas-kan hikmah khitan Hikmah dan manfaat khitan • Dipandu guru, mendiskusikan hikmah disyariatkannya khitan • Menyebutkan hikmah khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , .............................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. SILABUS Nama Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / II Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 3. Mengenal ketentuan jual beli dan pinjam meminjam Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.1 Menjelas-kan tata cara jual beli Jual beli • Membaca artikel tentang jual beli • Menyimak uraian tentang syarat syah terjadinya jual beli • Menyimak uraian tentang rukun jual beli • Menyimak hukum jual beli (yang boleh dan yang dilarang) • Dipandu guru, mendemonstrasikan jual beli dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian jual beli • Menyebutkan syarat syah jual beli • Menyebutkan rukun jual beli • Menyebutkan hukum jual beli • Mendemonstrasikan jual beli Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.2. Mengenal tata cara pinjam meminjam Pinjam meminjam • Membaca artikel tentang pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang syarat pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang rukun pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Dipandu guru, mendemonstrasikan pinjam meminjam dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian pinjam meminjam • Menyebutkan syarat pinjam meminjam • Menyebutkan rukun pinjam meminjam • Menyebutkan hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Mendemonstrasikan pinjam meminjam Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , ................................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. ma Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / I Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 1. Mengenal ketentuan mandi wajib Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 1.1. Menjelas-kan ketentuan mandi wajib setelah haid Mandi wajib setelah haid • Menyimak penjelasan nara sumber tentang mandi wajib • Menyimak apa sebab harus mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang rukun mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang sunnah-sunnah mandi wajib • Memperhatikan penjelasan tentang perbedaan mandi wajib dengan mandi biasa • Menyebutkan pengertian mandi wajib • Menyebutkan sebab mandi wajib • Menyebutkan rukun mandi wajib • Menyebutkan sunnah mandi wajib • Membedakan antara mandi wajib dengan mandi biasa Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Standar Kompetensi : 2. Mengenal ketentuan khitan Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 2.1 Menjelas-kan ketentuan khitan Pengertian khitan Hukum khitan • Membaca artikel / bacaan tentang khitan • Mencari arti khitan • Memperhatikan penjelasan guru tentang dasar hukum khitan • Memperhatikan keterangan guru tentang hukum khitan • Menyebutkan pengertian khitan • Menunjukkan dasar hukum khitan • Menyebutkan hukum khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin 2.2 Menjelas-kan hikmah khitan Hikmah dan manfaat khitan • Dipandu guru, mendiskusikan hikmah disyariatkannya khitan • Menyebutkan hikmah khitan Tes tulis Tes Lisan 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , .............................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP. SILABUS Nama Madrasah : MI Kelas/Semester : VI / II Mata Pelajaran : Fikih Standar Kompetensi : 3. Mengenal ketentuan jual beli dan pinjam meminjam Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.1 Menjelas-kan tata cara jual beli Jual beli • Membaca artikel tentang jual beli • Menyimak uraian tentang syarat syah terjadinya jual beli • Menyimak uraian tentang rukun jual beli • Menyimak hukum jual beli (yang boleh dan yang dilarang) • Dipandu guru, mendemonstrasikan jual beli dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian jual beli • Menyebutkan syarat syah jual beli • Menyebutkan rukun jual beli • Menyebutkan hukum jual beli • Mendemonstrasikan jual beli Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar 1 2 3 4 5 6 7 3.2. Mengenal tata cara pinjam meminjam Pinjam meminjam • Membaca artikel tentang pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang syarat pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang rukun pinjam meminjam • Menyimak uraian tentang hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Dipandu guru, mendemonstrasikan pinjam meminjam dengan barang sederhana • Menyebutkan pengertian pinjam meminjam • Menyebutkan syarat pinjam meminjam • Menyebutkan rukun pinjam meminjam • Menyebutkan hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam • Mendemonstrasikan pinjam meminjam Tes tulis Performance tes 2 x 35 menit Kamus, ensiklopedi islam, buku/kitab Fikih, tabloid / bulletin ............ , ................................. Mengetahui Guru bidang studi Kepala Madrasah ...................................... ..................................... NIP. NIP.